Latar Belakang Ibnu Firnas
Abu al-Qasim ‘Abbas Ibnu Firnas Ibnu Wardus, juga dikenal sebagai Ibnu Firnas, adalah keturunan Berber yang lahir pada 810 M di Izn-Ran Onda atau sekarang dikenal kota Ronda, Spanyol (The Encyclopaedia of Islam, 1986). Meskipun Ibn Firnas adalah penduduk asli Ronda, ia bermigrasi ke Cordoba untuk mengejar pengetahuan. Hasratnya akan pengetahuan membuatnya meninggalkan kampung halamannya.
Selain itu, Ibnu Firnas juga telah melakukan perjalanan ke Irak untuk beberapa waktu sebelum kembali ke rumah (Mahayudin Yahaya, 1986). Seperti yang diketahui secara umum, kota Baghdad, terkenal dengan pusat pengetahuannya, yaitu Dar al-Hikmah, yang merupakan rumah bagi sejumlah besar ilmuwan, ilmuwan, penulis, penyair, seniman dan pengrajin Islam (Cavendish, M., 2011). Di sanalah Ibnu Firnas mempelajari berbagai pengetahuan dan menguasai banyak studi seperti astrologi, astronomi, teknik dan musik.
Semangat Ibnu Firnas sejak masa kanak-kanaknya dengan ilmu fisika, kimia, astronomi, dan sastra menarik perhatian pangeran Umayyah, Abdul Rahman II sehingga membuka pintu istananya agar Ibnu Firnas dapat mengajar para pangeran. Disebutkan bahwa ia telah mengajar di istana selama lebih dari 30 tahun.
Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa Ibnu Firnas wafat pada tahun 887 M di era pemerintahan al-Mundhir (al-Maqqari, Ahmed Ibn Muhammed, 1840).
Pelopor di Bidang Penerbangan
Banyak sumber menyatakan bahwa ‘Abbas Ibn Firnas adalah orang pertama yang terbang (Palencia, Angel K., 1945; Hitti, P.K., 1964). Fakta ini juga diakui oleh seorang sarjana Barat, Phillip K. Hitti, yang mempelajari dunia Arab. Dalam bukunya yang berjudul “History of the Arabs: From the Early Times to the Present”, ia menyatakan bahwa: "Ibnu Firnas adalah orang pertama dalam sejarah yang melakukan upaya ilmiah untuk terbang".
Sejauh kontribusi Ibnu Firnas dalam penerbangan, jelas bahwa ia mulai menciptakan perangkat terbang yang memungkinkannya terbang dari satu tempat ke tempat lain pada 875 M. Perangkat terbang ini, terbuat dari sutra dan bulu elang, mengharuskannya untuk berada di tempat yang lebih tinggi untuk lepaslandas, lalu ia pun berhasil terbang selama sepuluh menit meski setelah itu jatuh dan merusak luncurannya. Akibatnya, Ibn Firnas mengalami cedera punggung yang parah dan patah kaki. Sebab usia yang lanjut, dan kegagalan menyembuhkan kaki yang patah, mencegahnya mengulangi percobaan untuk ketiga kalinya.
Teori Ornithopter
Setelah kecelakaan saat percobaan penerbangan, Ibnu Firnas menyadari bahwa struktur ujung ekor adalah bagian penting untuk mendarat, dan ini mirip dengan bagaimana seekor burung menggunakan ekor untuk mengurangi kecepatannya. Struktur ini kemudian dinamai ornithopter oleh da Vinci (Scholz, M.P., 2007). Ornithopter adalah teori yang didirikan oleh Ibnu Firnas menggunakan glider (replika pesawat untuk uji coba) pertama kalinya setelah upaya meluncurkan dirinya sendiri. Teori ini dikonfirmasi dalam naskah yang ditulis oleh Roger Bacon, menguraikan tentang ekor yang dikenal sebagai ornithopter. Pada tahun 1260 M, Bacon menulis artikel yang menyebutkan bahwa salah satu metode untuk terbang adalah dengan menggunakan ornithopter. Diketahui, bahwa Bacon belajar di Cordoba, tempat bersejarah yang juga merupakan tempat Ibn Firnas berusaha terbang. Penjelasan Bacon dalam tulisannya tentang ornithopter bisa saja didasarkan pada naskah Ibn Firnas di Spanyol yang telah hilang tanpa jejak. Hilangnya bukti kuat yang menyebutkan Ibn Firnas sebagai pelopor dalam studi penerbangan menghalangi dunia untuk mengakui kontribusinya di ornithopter selama berabad-abad (White, L.J., 1961).
Jelas bahwa upayanya telah membuka pintu untuk studi penerbangan sementara mengungkapkan konsep ornithopter sebagai komponen pesawat vital dalam menjaga stabilitas saat mendarat. Pentingnya karya Ibnu Firnas memberi dampak besar bagi dunia, terutama di bidang studi penerbangan. Saat ini, semua pesawat modern dan canggih mendarat dengan struktur back-end terlebih dahulu. Sayangnya, luncuran Ibnu Firnas tidak memiliki ekor di punggungnya sehingga penerbangannya berakhir dengan tragis.
Kontinuitas Usaha Dalam Bidang Penerbangan
Setelah Ibnu Firnas meninggal dunia pada 887, banyak Muslim dan non-Muslim meneruskan upaya dalam bidang penerbangan. Diantaranya adalah Al-Juhari asal Turki, ia membuat sayap dari kayu dan tali pada 1007 M, lalu mencoba meluncur terbang dari menara Masjid Ulu setinggi 1.002 kaki. Namun, upayanya gagal dan mengakibatkan kecelakaan fatal.
Setelah itu, pada abad ke 11 M., seorang biarawan asal Malmesbury, Eilmer berusaha meluncur dari ketinggian 1.000 kaki. Upayanya dianggap sukses karena ia terbang dengan ketinggian 600 kaki. Namun, ia lupa menggunakan ekor saat mendarat, dan kegagalannya karena tidak mengambil pelajaran dari upaya Ibnu Firnas ini mengakibatkan kecelakaan parah dengan cedera dua kaki patah.
Penerbangan di Era Renaisans
Melihat kegagalan yang dialami oleh Al-Juhari dan Eilmer, upaya serupa dihentikan untuk sementara waktu. Namun percobaan yang menantang itu muncul kembali selama era Renaisans, lebih kurang 600 tahun setelah kematian Ibnu Firnas, terutama ketika Leonardo da Vinci menghasilkan beberapa sketsa mesin terbang. Sarjana Italia ini hanya berhasil membuat sketsa beberapa mesin terbang tetapi tidak dapat membuktikan bahwa perangkat itu dapat terbang atau tidak, karena ia belum pernah mencoba menerbangkannya.
Pada abad ke-19 M., yaitu 900 tahun setelah kematian Ibnu Firnas, ada upaya untuk terbang menggunakan sayap besar seperti yang dirancang oleh da Vinci di Eropa. Di antaranya adalah usaha seorang insinyur Jerman, Otto Lilienthal. Ia adalah seorang peluncur yang luar biasa saat itu. Lilienthal mempelajari beberapa aspek penerbangan seperti gaya angkat dari permukaan bumi, bentuk sayap, dan perbedaannya yang akan menghasilkan tekanan berbeda yang merupakan faktor penting bagi stabilitas penerbangan. Namun, selama upaya penerbangannya pada tahun 1896, angin tiba-tiba bertiup kencang dan ia tidak dapat mengendalikan luncurannya sehingga jatuh di daerah perbukitan Berlin. Karena kemalangan ini ia meninggal pada hari berikutnya.
Meluncur tanpa mesin berhasil diperluas lebih lanjut oleh Wright bersaudara sampai penemuan pesawat bertenaga mesin yang terbang 260 meter. Dua orang kakak beradik, Orville Wright (w. 1948) dan Wilbur Wright (w. 1912) dikenal hingga hari ini karena upaya pertama mereka untuk terbang pada tanggal 1 Desember 1903. Sejak itu, mereka dihargai atas desain dan perancangan pesawat terbang efektif untuk pertama kali. Kunci Wilbur Wright untuk ini adalah dengan mempelajari bagaimana burung terbang mirip dengan apa yang telah dilakukan Ibnu Firnas 1.000 tahun yang lalu. Wright menyadari bahwa seekor burung menjaga kestabilannya di udara atau ketika berbelok ke kiri atau kanan dengan mengubah posisi sayapnya. Sebelum membangun pesawat, Wright bersaudara menggunakan glider untuk menghindari kecelakaan.
Pada tahun 1908 Masehi, Wright bersaudara berdemonstrasi melakukan penerbangan di Prancis (Anderson, J.D., 2004) dan demonstrasi itu disaksikan oleh publik. Setahun kemudian, bidang penerbangan terus dikembangkan oleh Henri Farman dan Louis Bleriot. Keberhasilan demi keberhasilan telah dicapai melalui pengamatan dan analisis pada konsep penerbangan sambil melakukan perbaikan pada struktur pesawat sebelumnya. Dengan demikian, sejumlah penemuan alat terbang telah ditemukan seperti jet, roket dan pesawat ruang angkasa.
Dengan begitu, upaya Ibnu Firnas untuk terbang hingga melahirkan konsep ornithopter sebagai komponen utama dalam menjaga stabilitas penerbangan adalah dedikasi terbaik dari tokoh Andalusia yang telah menginspirasi Barat dan dunia modern, namun menjadi sejarah yang dilupakan oleh banyak kalangan yang khususnya anti Islam.
Referensi
al-Hassani, Salim T.S., 2006. 1001 Inventions: Muslim Heritage in Our World. Manchester: Foundation of Science, Technology and Civilization.
al-Maqqari, Ahmed Ibn Muhammed, 1840. The history of the Mohammedan dynasties in Spain. London: Oriental Translation Library of the British Museum.
al-Shahawi, Salah ‘Abd al-Sattar, 2011. Ibn Firnas: Awwal ra’id fada’ fi al-tarikh. http://www.hiramagazine.com /archives/title/555
Anderson, J.D., 2004. Inventing Flight: The Wright Brothers & Their Predecessors. Baltimore: The John Hopkins University Press.
Cavendish, M., 2011. Illustrated Dictionary of the Muslim World. New York: Marshall Cavendish Corp.
Hitti, Philip K., 1964. History of the Arabs: From the Earliest Times to the Present. London: Macmillan & Co. Ltd.
Mahayudin Yahaya, 1986. Ensiklopedia Sejarah Islam. Vol. 1. Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia Press.
Maimun Aqsha Lubis. 2010. Tamadun Islam dan Peradaban Dunia. Bangi: Penerbit Awal Hijrah Sdn. Bhd. Masood, Ehsan. 2009. Sciences and Islam: A History. London: Icon Book Ltd.
Palencia, Angel G., 1945. Historia de la Literatura Arábigo-Española. Edisi 2, terjemah Husein Mu’nis: Tarikh al-Fikr al-Andalusi, (Cairo: Maktabah at-Tsaqafah ad-Diniyah, 2008).
Samsu Adabi Mamat, 2000. Ibn Firnas: Idea penerbangan pertama dunia Islam. Prosiding Seminar Ketokohan Cendekiawan Islam, pp. 108-116.
Scholz, M.P., 2007. Advanced NXT: The Da Vinci Inventions Book. New York: Apress.
The Encyclopaedia of Islam, 1986. Vol. 1. Leidin: E.J. Brill.
No comments
Post a Comment