BREAKING NEWS
latest

Advertisement

O.. Te We Amsterdam

 Semoga dimudahkan Segala urusannya sahabat Azhari Mulyana dan temen-temen yg lain bisa menyusul juga insya Allah, Muhammad Fahruddin Al Mustofa ada rencana mau ke Turki, Fuad Casa ada rencana ke Yaman bang wan Afifuddin Azmi ada plan ke England hehe.”
Rasa haru, bahagia dan sedih mengelabui hatiku saat itu. Peluang yang mereka impikan tidak seberuntung aku yang mendaptkan. Doa mereka mengiringi setiap langkahku. Teringat akan pepatah berkata gantunglah impianmu setinggi langit. Terkadang kalimat ini bisa menjadi kenyataan, terkadang juga sebaliknya. Semua ini berawal dari sebuah harapan kecil.
15 Juni 2015 lalu, tepatnya pukul 00.00 waktu Maroko aku mempersiapkan segala perlengkapan yang aku butuhkan selama dua bulan penuh di Eropa nanti, baik itu baju, celana, sepatu, dan lain-lain. Oh ya Al-Quran juga pastinya. Mungkin orang lain menuduh aku ini ceroboh dan terlalu santai. Tapi tidak menurutku. Mungkin karena kebiasaan yah makanya aku tidak terlalu sesibuk orang lain yang ingin bepergian. Orang lain mungkin tidak percaya, tapi inilah diriku sejak kelas 6 SD dulu aku sudah sering bepergian baik itu menginap atau tidak, sehari, tiga hari, seminggu bahkan sebulan. Jadi selama lebih kurang 8 tahun belakangan ini yang namanya packing tidak asing lagi di telingaku. So, aku hanya butuh waktu enam saja untuk packing jika memang itu untuk keperluan berhari-hari.
Oh ya, sedikit flash back, sehari sebelum aku dan kang Mamah berangkat ke Eropa, kami sempat singgah ke Rabat (ibukota Maroko). Ketika itu sebut saja pak Bowo salah seorang karyawan KBRI yang juga sesepuh PCINU Maroko dan putra sulungnya kebetulan sedang ulang tahun. Jadi beliau berhajat untuk mengadakan tasyakuran ulang tahunnya sekaligus dengan walimatus safar keberangkatan kami sebagai utusan PCINU Maroko. Mungkin tidak bisa kusebutkan satu per satu siapa saja yang ikut hadir dalam jamuan tersebut, tapi aku masih bisa membayangkan keseluruhan acara itu. Pastinya temen-temen PCINU hadir ketika itu khususnya yang berdomisili di Rabat karena yang lain masih mengikuti ujian akhir. Tapi ada juga beberapa yang ikut hadir meskipun jauh dari Rabat demi menyukseskan acara ini. Biasa lah, ga ada loh ga rame hahaha.
Tak kalah meriahnya acara ini disambut langsung oleh pak Dubes Maroko yaitu bapak Endang Syamsuri beserta Bu Ella Syamsuri serta asisten pribadinya. Terus acaranya ngapain yah? Haha. Biasalah, tasyakuran atau bancaan menurut versi Jawa itu artinya makan-makan. Ada satu lagi istilah rujakan yaitu ngumpul-ngumpul bareng juga hampir sama dengan tasyakuran tapi bukan makan nasi, melainkan rujak buah-buahan dengan bumbu kacangnya yang pedas. *sekilas pengalaman pribadi di Malang :D. Sedangkan di daerah asalku lahir Aceh acara seperti tasyakuran ini dikenal dengan kenduri.
Nah, acara walimatus safar ini dirangkai sedemikian rupa setengah resmi yaitu adanya pembawa acara, kemudian diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Quran oleh aku sendiri, kemudian dilanjutkan dengan kata-kata walimah yang diwakili oleh kang Mamah kerabat saya yang akan ke Eropa. Tak lupa nasehat-nasehat yang disampaikan oleh pak Dubes, lalu ditutup dengan makan-makan. Kebetulan mbak Nur istrinya pak Bowo sudah mempersiapkan semua makanannya khusus untuk acara hari itu. Keluarga beliau memang senang ngumpul-ngumpul bareng jadi beliau sudah biasa mempersiapkan acara seperti itu. Doa-doa yang dipimpin Ust. Alfian Iqbal Zahasfan ketika itu masih meraung-raung di telingaku. Diantaranya keberkahan usia yang punya hajat juga doa keselamatan dan kelancaran dakwah kami ke Eropa. Doa-doa mereka orang sholeh inilah yang mengantarkan kami sampai ke Amsterdam, Belanda untuk ekspansi Islam ahlussunnah non wahabi beberapa bulan yang lalu :D.
Saat itu kang Mamah yang tinggal di Marrakesh sudah packing semua barang-barangnya yang akan dibawa. Tapi aku masih belum terpikir sedikitpun, padahal besok pagi aku berangkat, haha.
“Ya Allah, kamu santai banget belum siapin apa-apa.”
“Jujur, aku orang yang paling santai soal packing-packing barang, itupun udah telat banget, tapi ternyata ada yang lebih santai dari aku.” tegur kang Mamah.
Mulai saat itu aku terpancing gelisah karena teguran itu haha. Maklum lah, aku orang yang terlalu patuh dengan teguran. Tanpa pikir panjang malam semakin gelap aku langsung bertekad terjun ke Casablanca tempat aku tinggal dengan bis kota. Jarak antar ibukota dengan Casa sekitar satu jam setengah. Dan beruntung jam sebelas malam itu aku bisa langsung naik bis terakhir meskipun telat tapi alhamdulillah yang penting sampai.
Saat tiba di rumah pukul 00.00 GMT malam itu aku langsung bergegas mengumpulkan barang-barang yang akan ku bawa. Sempat bingung berapa baju yang akan aku bawa? Lagi-lagi pikiran itu muncul disaat aku sedang packing. Mungkin aku membawa baju lebih banyak buat persiapan dua bulan. Sekitar tiga jam setelah mengumpulkan baju-baju, celana, juga sempat menyetrika beberapa pakaian yang habis aku cuci, lalu aku menyusunnya dengan rapi dalam sebuah koper sedang sederhana tapi kuat loh. Ya itu karena pilihan bunda, pasti pilihan terbaik hehe. Koper itu pertama sekali aku gunakan ketika hendak kuliah ke Malang, tak disangka ia jadi teman setiaku hingga ke Maroko bahkan ke Eropa.
Selesai sudah waktu lima jam buat packing terus aku sholat subuh dan kemudian tumbang di atas kasur. Tak lupa aku menyetel jam alarm untuk membangunkanku. Wah, nikmatnya tidur setelah beraktifitas ya seperti ini. Penasaran guys? Coba aja sendiri haha. Biasanya, aku tidak bisa tidur semalaman jika hendak bepergian, terlalu banyak yang aku pikirkan dan bayangkan, terlebih tempat itu yang belum pernah aku singgahi. Namun kali ini berbeda, persiapan dan istirahat yang terasa kurang cukup untukku hingga membuat diriku seakan remuk dan mata ingin memejam. Mungkin karena bayangan-bayangan eropa itu telah bosan menari-nari dipikiranku jadi sudah aku anggap biasa haha. Ya seperti itulah perasaan seorang anak desa Sungai Pauh asal Aceh ini yang tumbuh dari keluarga sederhana.
Tepat pukul 08.00 pagi aku terbangun karena tidak sanggup mendengar jeritan alarm di telingaku. Mata terbuka pikiran sadar dan jantung berdetak kencang. Aku langsung bangun dan mandi. Lagi-lagi, yang ada di pikiranku hanyalah bayang-bayang Eropa. Begitu gilanya pikiran dan perasaanku saat itu bahkan ketika mandi aku memandangi seluruh isi kamar mandi di rumahku dan berniat membedakannya dengan di Eropa haha. Mungkin ini hal biasa bagi yang pernah mengalaminya, tapi hal pertama yang aku alami, karena aku belum pernah bepergian sejauh dan seindah ini. Belum berangkat menuju Eropa saja diriku sudah merasa seperti di Eropa, sangking bahagianya. Alhamdulillah ya Allah, aku telah menjaga ayat-ayatMu sehingga Engkau memberikan kenikmatan ini di luar kemampuanku.
“Bismillahirrahmanirrahim.”
“Ku langkahkan kaki ini seraya memohon kepadaMu ya Rabb, berilah perlindunganmu untukku menempuh perjalanan ini. Aku berangkat karenaMu, atas izinMu dan untukMu ya Allah. Berilah pertolongan kepadaku dalam mengemban amanahMu yang mulia ini. Sungguh aku sangat hina di hadapanMu, aku tidak mampu melaksanakan perintahMu ini karena aku belum pantas. Tapi mereka mempercayakan amanah ini untukku, berilah kemampuan untukku agar bisa bertanggung jawab dalam menyebarkan syari’atMu ini.” ucap hatiku saat hendak berangkat menuju bandara Muhammad V, Casablanca.
Temen-temen mengantarkanku hingga ke bandara saat itu. Ya, teman yang telah setahun setia tinggal bersamaku. Rawut wajah mereka penuh harapan dan do’a agar bisa menyusulku. Tiada kata yang bisa kuucapkan melainkan doa yang keluar dari bibirku agar mereka juga bisa menyusulku suatu hari nanti. Kebanggaan mereka terhadapku itu tampak saat kesetiaan mereka hingga melambaikan tangan terakhir saat aku dan kang Mamah akan menuju ruang pemeriksaan bandara. Setelah itu mulailah mereka satu persatu mengupdate status di media sosial berisi doa untukku dan harapan mereka agar bisa menyusul.
Uniknya, sebelum itu Fahruddin salah satu temanku sempat menitipkan sesuatu yang sangat berharga sebelum aku menuju bandara. Pastinya sesuatu yang sangat berharga baginya. Dengan tenang ia berkata :
“Azhari, ini ada sesuatu tolong dibawa ya, nanti sampek ke Belanda tolong tarok di tempat yang kira-kira menurut kamu paling indah. Kalo bisa disembunyikan ya biar ngga hilang, saya cuma berharap suatu saat nanti saya bisa ambil lagi barang ini di tempat itu. Sebelumnya terima kasih banget ya Azhari. Doakan saya juga bisa segera menyusul.”
Masya Allah, ketika itu sekejap hatiku tersentuh melihatnya yang begitu menginginkan untuk pergi ke Eropa juga sama sepertiku. Fahruddin ialah salah satu temanku yang sangat ambisius ingin jalan-jalan ke Eropa. Sangking ambisiusnya ia pernah mengajak aku dan teman-teman lain untuk iuran per bulan menyisakan uang jajan agar kami bisa sama-sama liburan ke Eropa minimal ke Turki di akhir tahun 2015.
Siapa yang tidak mengimpi-impikan bisa jalan-jalan ke luar negeri?! Jangankan ke Eropa yang begitu indah, ke Malaysia sebagai tetangga kita pun rasa bahagia itu akan muncul, apalagi bisa menjelajahi beberapa negara lainnya seperti Eropa?!
Sembari mengambil barang itu, “Insya Allah din, aku liat dulu kira-kira di mana nanti bisa aku tarok dan aman. Sip, semoga ada kesempatan dan bisa nyusul amin.” jawabku.
~Bismillah...
150615HV575012'05CMN`AMS
~
            Sesaat sebelum terbang, aku sempat update status di facebook. Maklumlah anak zaman sekarang ada sesuatu pastinya ngadu ke facebook haha. Gapapa deh, karena jarang diupdate, ya ga masalah kan sesekali bikin pusing yang baca dengan kode-kode seperti itu. Aku pecahkan di sini yah kodenya :D. 150615 itu artinya tanggal keberangkatanku yakni 15 Juni 2015 lalu, HV5750 itu  adalah nomor flight (penerbangan), kebetulan ketika itu kami naik pesawat transavia, pesawat kecil dan murah. Seingat aku sih kita dibelikan tiket PP (pulang-pergi) seharga €300 (tiga ratus euro) atau sekitar 4,5 juta. Sedangkan 12`05 adalah waktu keberangkatan yakni pukul 12.05 siang, CMN itu Casablanca dan AMS adalah Amsterdam, karena kami berangkat via bandara Muhammad V Casablanca menuju bandara Schipol, Amsterdam.
Kemudian setelah masuk ruang check in dan urusan bagasi telah selesai semua aku dan kang Mamah terus berjalan menuju ruang tunggu. Di ruang pemeriksaan terakhir tiba-tiba seorang satpam Maroko bertanya dengan Bahasa Prancis :
“Bonjour Monsieur ! Puis-je savoir, combien vous apporter de l’argent?” tanya si satpam.
Bingung yah? Haha. Aku juga masih gagal paham dengan bahasa resmi kedua Maroko ini :D. Soalnya aku baru tau tentang hitung-hitung angka, mengenal huruf abjad dan beberapa vocab sayur-sayuran dan buah-buahan yang aku pelajari di ekstrakurikuler kampus haha. Maklum masih bingung ketika ada yang bertanya dengan bahasa ini. Melihat kami saling memandang satu sama lain mengisyaratkan ketidakpahaman lalu si satpam menjelaskan dengan bahasa isyarat dan pastinya satu kata yang ia tau dalam bahasa Inggris yaitu money..money..
Agar tidak ketinggalan pesawat karena sikap isyarat aneh si satpam satu ini akhirnya kami mengaku bisa bahasa Arab dan bertanya apa yang ia maksudkan. Terkadang di satu sisi kami sering ngerjain orang Maroko yang menganggap asing kami seperti itu karena menganggap tidak bisa berbahasa Arab. Haha.
Jadi ketika itu aku telah menghabiskan semua uang dirham yang aku punya karena tau bahwa kegiatan ini full dibiayai oleh PPME (Persatuan Pemuda Muslim Eropa) Al-Ikhlas Amsterdam yang merekrut kami untuk bertugas di sana selama Ramadhan. Terakhir aku menggunakan uang dirham ketika membayar ongkos taksi menuju ke bandara tadi. Dan ternyata nasib yang sama terjadi pada kang Mamah. Lantas kami terdiam sejenak ketika satpam itu menanyakan tentang money.
(Pengalaman adalah guru yang terbaik). Mungkin kata-kata ini yang cocok jadi pelajaran untuk kami tentunya. Aku hanya terus berpikir apa tujuannya menanyakan jumlah uang yang kami bawa. Tidak berpikir panjang kami terlanjur jujur dengan apa yang ada bahwa kami tidak memiliki uang sepeser pun.
Dengan heran si satpam Maroko keturunan Spanyol ini terus memaksa kami untuk menjawab dengan jujur. Tapi apalah daya kami memang tidak membawa sedikit pun uang ketika itu. Aku ingat dia menyebutkan empat mata uang (euro, dollar, poundsterling, dirham)  tapi kami malah tetap geleng-geleng kepala menandakan nihil.
(Ini bocah mau ke Eropa kok ga bawa uang ya?! Mau ngemis di sana??!) Mungkin seperti itulah firasat si satpam untuk kami hahaha. Setelah letih bertanya dan terus memaksa akhirnya kami diloloskan menuju ruang tunggu untuk masuk ke cabin pesawat.
Setelah mencari tau dan bertanya-tanya ke beberapa teman yang sudah berpengalaman menjelajah dengan kapal terbang ternyata tujuan si satpam hanyalah memeriksa para penumpang pesawat agar tidak membawa uang nominal yang berlebihan. Aku tidak begitu paham peraturan penerbangan tentang hal itu, akan tetapi memang ada batasan tertentu kepada setiap penumpang agar tidak membawa uang nominal dengan jumlah yang melebihi ketentuan yang telah ditetapkan.