BREAKING NEWS
latest

Advertisement

La Fête du Mouton (Seluk Beluk Lebaran Idul Adha di Maroko)

Gema takbir membahana ke seantero jagad raya. Kalimat suci yang dilantunkan indah dan syahdu itu, begitu menyejukkan hati setiap insan yang mendengar. Umat muslim sedunia memperingati hari kebesaran Islam sebagai titah cinta Ilahi, juga mempererat silaturrahmi sesama jiwa pemilik rohani.

Begitulah, Hari Raya Idul Adha yang disebut juga Hari Raya Kurban, tahun ini baru saja dirayakan umat Islam sedunia pada 12 September lalu. Hari raya yang erat kaitannya dengan sejarah Nabi Ibrahim dan Ismail as ini, terus dirayakan setiap tahunnya oleh seluruh elemen masyarakat muslim di belahan Timur dan Barat.

Maroko misalnya, satu negara muslim yang terletak di belahan Utara benua Afrika, setiap menyambut Idul Adha menganjurkan masyarakatnya untuk berkurban. Anjuran yang saban tahun disampaikan itu, kemudian seolah berubah menjadi sebuah kewajiban yang muncul dari kesadaran diri masyarakatnya.
Karena itulah tidak heran jika setiap kepala keluarga atau rumah tangga di Maroko, memiliki minimal satu ekor kabsy (domba atau biri-biri), ghanam (kambing) ataupun baqar (sapi) untuk disembelih seusai menunaikan shalat Idul Adha.

Dari ragam hewan kurban itu, domba (kabsy) paling banyak disembelih. Dengan keistimewaan perayaan seperti inilah, kemudian bangsa Prancis yang pernah menjajah Maroko, menyebut atau menjuluki prosesi perayaan ini dengan La Fête du Mouton yang berarti “Hari Domba”.

Adapun proses penyembelihan qurban dilakukan oleh masing-masing kepala keluarga. Uniknya, karena rumah-rumah di Maroko berupa flat atau apartemen (seperti rumah susun di Indonesia) yang tidak memiliki teras, halaman maupun garasi, sehingga proses penyembelihan dilakukan di dalam balkon-balkon rumah warga. Bahkan, sebagian mereka ada yang menyembelihnya di bubungan apartemen.

Setelah proses penyembelihan, satu persatu bagian daging kurban dimasak dengan menu spesial ala Maroko. Seperti bagian hati yang kemudian dijadikan sate dan disantap dengan salad, garam dan merica pada hari pertama.

Di hari kedua, mereka menyajikan hidangan berupa usus, jantung, dan paru yang dimasak dengan bumbu khas. Rasa bumbunya yang sedikit mirip dengan bumbu kari menjadikan sajian ini sangat cocok jika dimakan dengan khubza (roti). Di hari ketiga dan seterusnya mulailah mereka memasak bagian-bagian lain dari sembelihan hingga habis tak tersisa.

Sedangkan bagian kepala dan kulit kemudian dibakar dan diolah sedemikian rupa sehingga bisa disajikan juga bersama masakan lainnya. Tempat pembakaran kepala dan kulit sembelihan itu didirikan di pinggiran jalan. Tak heran, banyak kita temui bekas-bekas arang di sepanjang jalan saat berlangsungnya hari raya Idul Adha.

Berbeda dengan Indonesia, Hari Raya Idul Adha di negara Matahari terbenam atau “Negeri Senja” Maroko lebih meriah dibandingkan Hari Raya Idul Fitri. Jika hari libur Nasional saat Idul Fitri hanya selama satu minggu, misalnya, maka libur Idul Adha bisa sampai dua minggu, bahkan sebulan penuh. Sementara toko-toko, kantor dan aktivitas lainnya, baru akan aktif setelah seminggu berkurban.

« PREV
NEXT »

No comments