BREAKING NEWS
latest

Advertisement

Andalus, Surga Yang Dijanjikan, Bukan Permata Yang Hilang

Andalus, Surga Yang Dijanjikan, Bukan Permata Yang Hilang
(Berdasarkan kisah perjalanan intuitif Dr. Husayn Mu'nis)

Berdiri di tengah-tengah halaman luas yang dikelilingi sebagian besar jalan, aku dengarkan keheningan mengerikan yang mencakup segala kehidupan, dari belakang terdengar bisikan roh ribuan pendahulu bergentayangan di tempat ini mengajakku mengobrol. Walau aku mengepalkan sebongkah tanah karena ketakutan namun aku mendengar suara Abu al-'Alaa al-Makmun memanggilku, sedikit meredakan rasa takut. Aku lihat banyak manusia yang berjalan setengah lari, mereka berangkat dari Cordoba menuju tanah jihad yang dipimpin oleh Abu al-'Alaa. Musuh berlari di tengah ketenangan karena takut dengan pasukan muslim, masih berkeliaran roh-roh mereka di tanah syuhada.

Saat aku berdiri di pekarangan masjid Jami' Cordoba bakda fajar, aku membayangkan jamaah telah usai melaksanakan ritual subuh, lalu para pelajar segera mengambil tempat masing-masing dan membentuk halaqah sembari menunggu guru-guru mereka datang mengajar.

Lalu di aula bawah (ruang tamu) khusus istana Alhambra, aku merenungi sekitarku, saat pintu akan dibuka lalu sang Sultan, Abu al-Hajjaj Yusuf al-Ahmar datang menyambutku, berbaris di belakangnya para pengawal kerajaan, mereka akan mengadakan majlis musyawarah atau sarasehan para penyair.

Di Cordoba, tatkala aku berhenti di jalan Ibnu Rusyd, terbayang olehku banyak orang berlalu lalang, lalu kepada mereka kutanyakan alamat rumahnya, salah seorang mereka kemudian menunjukkanku rumah Abu al-Walid itu.

Lalu di Loja, sebuah desa kecil yang berada antara kota Granada dan Malaga, ialah kampung halaman penyair dan sejarawan terkenal Lisan ad-Diin Ibn al-Khatiib, suatu pagi aku berdiri di depan rumah yang memiliki bak air mancur dengan air mengalir diiringi musik Andalus, di sampingnya tertancap sebuah pancang bertuliskan nama Arab sempurna. Aku membayangkan Ibn al-Khatiib berada di sana menyenderkan punggungnya sambil menulis sebuah karya baru.

Dan di Jaén, tidak jauh dari Cordoba, terbayang olehku sosok Jamaluddin Ibn Malik, penulis kitab "Alfiyah", banyak hal yang tak bisa kuungkapkan mengenai sosok itu.

Di sebuah lapangan kecil depan kampus kota Salamanca, aku duduk di atas bangku yang terbuat dari kayu, aku merenungi patung Miguel de Unamuno, seorang filsuf Spanyol, betapa aku kagumnya, andai saja ia memeluk Islam, pasti ia saat ini duduk di sebelahku mencari beberapa bagian hadits.

Dan di Badajoz, aku melihat amfiteater romawi yang besar sekali, seakan-akan aku merasa sedang dalam pertandingan super meriah, dimana para aktor sedang beristirahat usai sesi pertama drama dari serangkaian produksi drama Sophocles, tidak lama mereka akan tampil lagi melanjutkan sesi kedua.

Intuisi seperti ini membuatku menganggap budaya Andalus seolah selalu hidup, perasaanku dibuat terkagum-kagum olehnya, seperti saat kamu sedang mengarungi setengah pulau ratusan mil jauhnya, tiada kamu temukan seorang bahkan seekor burung kutilang pun, lalu di tengah kehidupan liar kelam itu kamu merasakan bahwa nuansa sekitarmu ternyata penuh dengan semangat dan kehidupan.

Andalus, negeri yang selalu hidup dalam kenangan, ialah surga yang dijanjikan, bukan permata yang hilang.
« PREV
NEXT »

No comments