BREAKING NEWS
latest

Advertisement

Ekspansi Islam ke Afrika (Ifriqiyah dan Maghrib)

Segera setelah peralihan kekuasaan Islam berada di tampuk kekuasaan Dinasti Umayyah, diketahui mulai dari Khalifah hingga komandan serta pasukan Muslim sangat berhasrat untuk meneruskan penaklukan-penaklukan di Timur maupun Barat jagat raya demi memperluas pengaruh dan utamanya menyebarkan ajaran Islam. Berbagai cara diupayakan agar panji tauhid dapat berdiri tegak di bumi Allah, seperti halnya para penakluk datang silih berganti meneruskan perjuangan hingga titik darah penghabisan.

Dalam artikel ini, penulis mencatat dan menganalisis beberapa riwayat sejarah yang menggarisbawahi tentang peluasan Islam sampai ke benua Afrika (Ifriqiyah ataupun Maghrib), termasuk diantaranya beberapa contoh representatif para penakluk yang berhasil menundukkan kaum kafir Afrika hingga memunculkan impak yang begitu besar dan menjadi citra akan kuatnya pengaruh tauhid terhadap suku atau ras apapun di benua tersebut seperti yang kita lihat saat ini. Tentu, yang menjadi nilai tambah dalam catatan sejarah ekspansi Islam di Afrika ialah peran dan cikal bakal perjuangan bangsanya dalam meneruskan perjuangan para penakluk muslim hingga ke benua Eropa seperti yang diperankan oleh Tariq Ibn Ziyad saat membuka daratan Spanyol.


Gambar: patung Uqbah ibn Nafi' di Al-Jazair

·           Islam Pertama Kali Masuk ke Afrika

Sejarah antara Andalusia dan Afrika selalu saling berkaitan dan tidak akan pernah bisa dipisahkan. Diketahui, bahwa ekspansi Islam yang terjadi, telah menyebarluaskan keberadaan para sahabat yang hidup bahkan wafat di Afrika, sebagaimana halnya banyak para tabiin yang  menemui ajal syahid di tanah Andalus. Jiwa misioner dalam diri mereka membawa manfaat yang begitu besar dan dapat kita saksikan hingga saat ini.

Periwayatan sebuah sejarah akan ditemukan majemuk dan berbeda satu sama lain. Masing-masing riwayat adalah hasil analisis setelah dilakukannya penelitian disertai bukti-bukti yang konkret. Sama halnya seperti periwayatan sejarah yang membahas tentang masuknya Islam ke Afrika.

Patut diketahui sebelumnya, bahwa bangsa Arab kuno menggunakan istilah Ifriqiyah tersebut mengacu kepada wilayah bagian Timur Berber, yaitu sekitar Alexandria hingga Libya. Sedangkan wilayah bagian Barat mereka menyebutnya dengan istilah Maghrib. Adapun penggunaan kata Ifriqiyah saat ini mencakup seluruh daratan benua Afrika. (Hitti, 2013)

Oleh karena itu, jika diusut lebih lanjut persoalan datangnya Islam pertama sekali ke benua Afrika, maka jawaban yang tepat adalah tahun 615 Masehi (pertengahan tahun ke-5 masa kenabian), ketika Rasulullah ﷺ memerintahkan sejumlah sahabat untuk berhijrah menyeberangi Laut Merah menuju sebuah daerah yang bernama Habasyah (Sekarang bernama: Ethiopia) demi menghindari penindasan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy terhadap umat Islam ketika itu. (Katsir, Al-fushul Fi Sirat Ar-Rasul, 2010)

Habsyi atau Habasyah ialah sebuah daratan yang terletak di sebelah Barat Daya negara Yaman yang saat itu dikuasa oleh Kerajaan Kristen Abisinia di bawah kendali seorang raja yang adil, yaitu An-Najashi. Dari sini, terbukti bahwa Islam telah masuk ke benua Afrika, lebih tepatnya ke Ifriqiyah sejak zaman Rasulullah ﷺ bukan pada masa sahabat, tabiin maupun setelahnya. (Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, 2010)

Namun yang harus digarisbawahi adalah bahwa sekalipun Rasulullah ﷺ telah membidik Habasyah sebagai sasaran hijrah yang tepat disebabkan rajanya yang toleran, namun kedatangan kaum muhajirin tersebut bukan karena alasan ekspansi atau menyebarluaskan ajaran Islam, melainkan semata-mata mencari perlindungan dari kekejaman kaum kafir Quraisy. 

Bagaimana segelintir Muslim ketika itu bisa menyebarkan agama di luar daerah yang mayoritas non-muslim sedangkan saudara dan kerabat mereka di kampung halaman tertindas oleh siksaan? Secara logika, jiwa mereka masih goyah dan belum mendapat ketenangan di wilayah asing sebab rasa takut terus mengelabui akan dendam para musuh di tanah kelahiran yang telah menunggu kepulangan mereka dengan ancaman akan dibunuh, terlebih Rasulullah ﷺ tidak bersama mereka saat berhijrah. Kendatipun raja Habsyi dikenal begitu adil dan menerima kaum muhajirin karena menganggap agama baru Islam itu sama dengan risalah Nabi Isa, namun ia dan pemeluknya tetap menjaga kuat keyakinan mereka. Kondisi kaum muhajirin di Afrika saat itu hanyalah bagai imigran asing pencari suaka yang membutuhkan perlindungan ke negara tetangga seperti yang terjadi di beberapa negara saat ini. Keyakinan mereka akan risalah tauhid cukup untuk dikonsumsi pribadi dan tidak untuk disebarluaskan, tentunya karena berpikir akan terjadi hal yang sama di wilayah suaka tempat mereka berlindung. Jika kaum muhajirin saat itu ingin mendapatkan pahala syahid demi menyebarkan Islam dan membela agama Rasul SAW, maka tidak perlu berhijrah ke luar Hijaz, melainkan bisa saja mereka mendapatkannya di kampung halaman mereka sendiri.

Lantas, dalam mengutarakan rentetan sejarah berkenaan dengan hal ini dibutuhkan kata-kata yang tepat sehingga dapat dicerna dan dianalisis dengan baik. Benar, bahwa Islam pertama sekali masuk ke daratan Afrika pada masa Rasulullah ﷺ jika dilihat dari pemetaan geografis benua Afrika, namun bukan bertujuan ekspansi, sedangkan masuknya Islam ke Ifriqiyah sekaligus penyebaran risalah suci itu pertama ke benua Afrika yaitu pada masa Khalifah Umar ibn Khattab r.a.

 

Periode ekspansi pada masa Khulafaur Rasyidin terbagi menjadi dua, yaitu:

a)     Periode Umar Ibn Khattab r.a.

Setelah meneguhkan keislaman dalam tubuh kekhalifahan Khulafaur Rasyidin, barulah beliau membentuk pasukan untuk berdakwah ke wilayah Timur dan Barat. Kondisi seperti ini lebih rasional terjadi, dalam artian Islam baru bisa dan mampu disebarluaskan setelah terbentuknya markas sebagai pusat kekuatan kekuasaan. 

Pada 20 H/641 M, Umar mengutus panglima ‘Amr ibn Ash memimpin pasukan untuk menaklukkan Mesir yang sedang dikuasai oleh tentara Byzantium. Setelah melalui perlawanan sengit akhirnya mereka berhasil memenangkan peperangan dan kota Fustat (الفسطاط), Mesir menjadi ibukota Islam pertama saat itu. ‘Amr ibn Ash pun melanjutkan perjuangannya dan berhasil menguasai Alexandria (الإسكندرية), Cyrenaica (برقة), wilayah pesisir Timur Libya, hingga Tripoli (طرابلس) ibukota sekaligus kota terbesar Libya saat ini. Sampai di sana, ia mengirimkan berita kemenangan tersebut kepada Khalifah Umar. Ia pula mengisahkan keadaan tanah Afrika yang memiliki banyak raja serta jumlah penduduk yang kian banyak. Bahkan, pasukan Romawi Afrika tersebut telah dilengkapi kuda dan siap berperang. Mendengar kabar itu, sang Khalifah memerintahkan ‘Amr bin Ash dan pasukannya mundur dan kembali ke Mesir. Tidak lama setelah itu, Khalifah pun wafat. ('Idzari, 2013)

b)    Periode Utsman Ibn Affan r.a.

Dilanjutkan pada masa Khalifah Utsman ibn Affan, posisi ‘Amr ibn Ash saat itu diganti dengan Abdullah ibn Sa’ad ibn Abi Sarh el-Amiri. Pada tahun 27 H/648 M, Khalifah Utsman lalu mengutus Abdullah ibn Sa’ad untuk kembali membuka tanah Afrika dan akhirnya ia berhasil menaklukkan Sudan dan Nubia (نوبة) pada 31 H. Nubia adalah sebuah wilayah yang dulunya mencakup antara bagian Utara Sudan dan Selatan Mesir, yaitu sepanjang sungai Nil.

Beberapa muhajirin yang ikut bergabung dalam pasukan penakluk Ifriqiyah di bawah komando Abdullah ibn Sa’ad yaitu: Marwan ibn al-Hakam, Abdullah ibn Zubair ibn al-Awwam dan sejumlah pengikutnya, Abdurrahman ibn al-Aswad, Al-Muthalib ibn as-Saib, Bisyr ibn Arthah dan lainnya. ('Idzari, 2013)

 

·           Ekspansi Di Bawah Komando Uqbah Ibn Nafi’

Uqbah ibn Nafi’ al-Fihri (622-683 M/1 S.H-63 H), ialah seorang panglima perang penakluk Afrika, dan sahabat yang lahir setahun sebelum Rasulullah SAW berhijrah. Ia tumbuh dari keluarga dengan latar belakang militer yang kuat, yaitu Bani Fihr atau dikenal pemberani dan pandai memacu kuda oleh masyarakatnya. 

Diantara keturunan Bani Fihr ialah Amru ibn ‘Ash, paman dari Uqbah ibn Nafi' dan sosok panglima perang yang menjadi simbol dalam penaklukan-penaklukan negara Islam karena kelincahan dan keahliannya.

Suatu hari, Amru ibn ‘Ash yang telah menjadi Gubernur Mesir mendapat perintah dari Muawiyah ibn Abu Sufyan untuk menghadapi perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Romawi di Afrika. Lalu Amru ibn ‘Ash menunjuk keponakannya, Uqbah ibn Nafi’ memimpin pasukan sekaligus melakukan pengintaian di sana. Diawali dengan penaklukan daerah Zawilah, terletak di ujung Selatan Libya, ketika itu kaum Berber masih berada di bawah kekuasaan imperium Romawi yang kebanyakan beragama Nasrani dan Majusi. Setelah menghadapi perlawanan yang begitu sengit, akhirnya mereka berhasil menduduki wilayah pesisir Cyrenaica hingga Zawilah tersebut. Dan sebab kegigihan dan keahlian dalam berperang, sering kali Uqbah ditugaskan memimpin penaklukan beberapa wilayah lain hingga sampai ke daerah Maghrib tepatnya kota Qairawan, Tunisia. ('Idzari, 2013)

Wilayah Maghrib tidak hanya Maroko, tetapi mencakup tiga bagian, yaitu Maghrib el-Adna (Sekarang: Tunisia), lalu Maghrib el-Awsath (Sekarang: Al-Jazair) dan Maghrib el-Aqsha (Sekarang: Maroko dan termasuk Mauritania). Bahkan, sebagian riwayat menyebutkan bahwa Andalus juga termasuk dalam wilayah Maghrib.

Kota Qairawan ketika itu masih berupa semak belukar dipenuhi hewan buas dan ular-ular berbisa. Namun, karena jumlah bala tentara yang begitu banyak berjumlah 10.000 pasukan, Uqbah memerintahkan mereka untuk membumihanguskan wilayah tersebut dan kemudian dibangun ulang sekitar tahun 670 Masehi. Dengan membangun kota Qairawan tersebut, Uqbah bertujuan untuk menegakkan Islam dan menjadikannya pusat kekuatan Islam di benua Afrika. Ia juga membangun sebuah masjid bernama Masjid Uqbah dan masih kokoh hingga sekarang. Hanya saja, kekuasaan Uqbah tidak berlangsung lama, setelah genap lima tahun, Muawiyah melengserkan jabatannya. ('Idzari, 2013) Tidak jelas sebab pemakzulan yang dilakukan Muawiyah terhadap Uqbah ibn Nafi'. 

Lalu, posisi Uqbah digantikan oleh Abu Muhajir ibn Dinar, ia adalah sosok yang piawai dalam memimpin. Sementara, Uqbah justru menyambut bahkan mengajak tentaranya untuk bersimpati kepada Abu Muhajir sebagai komandan yang baru.

Tujuh tahun kemudian Muawiyah wafat, khalifah Dinasti Umayah ketika itu digantikan oleh anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Diketahui, Yazid lah yang mengembalikan posisi Uqbah kembali menjadi panglima perang pada tahun 682 Masehi dan Abu Muhajir pula ikut bergabung menjadi tentara pasukan Uqbah.

Setelah diangkat kembali menjadi panglima, mulailah Uqbah meneruskan perjuangan Abu Muhajir dalam menaklukkan wilayah Maghrib. Terdapat sekitar 25 sahabat Rasul dan ratusan tabiin yang juga ikut dalam ekspansi tersebut. Mereka mulai menyerbu satu persatu bangsa Romawi juga penduduk kafir Berber yang menguasai kota Tlemcen (تلمسان). Lantunan takbir terus menggema terdengar dari mulut pasukan Uqbah bin Nafi’ hingga akhirnya serbuan mereka berhasil memukul mundur kaum kafir tersebut ke kota Zab”. ('Idzari, 2013)

Begitu Uqbah tahu bahwa kaum kafir berada di kota Zab, dengan segera ia mempelajari letak geografis daerah itu. Uqbah mendapatkan informasi tentang wilayah besar yang cukup strategis, utamanya daerah yang ditempati oleh raja mereka, dan 300 desa di sekelilingnya. Lalu Uqbah menyusun strategi dan tanpa gentar ia beserta bala tentara menyerang pasukan Romawi dan kaum kafir Berber hingga akhirnya kaum muslimin berhasil menaklukkan kota tersebut. Setelah itu Uqbah meneruskan perjuangan hingga sampailah ke daerah Tiaret (تيارت) yang saat ini terletak di Utara Al-Jazair. Tiaret adalah kota dimana pertempuran terberat dialami oleh kaum muslimin saat itu. Banyak penyembah patung dari suku Berber diajak bergabung ke dalam askar Romawi untuk melawan pasukan Uqbah. Melihat kekuatan musuh yang sukar ditaklukkan, akhirnya Uqbah berhenti sejenak lalu memberikan semangat kepada bala tentaranya. Uqbah berdiri dan menyampaikan khotbah dengan menggebu-gebu sehingga memancing darah juang agar mengalir di setiap tubuh para pejuang. Mulailah takbir terdengar dari mulut mereka satu persatu hingga meraung-raung di padang Afrika. ('Idzari, 2013)

Darah semangat mulai mengalir dan merasuk ke dalam jiwa pasukan Uqbah bin Nafi’. Saat musuh melihat mereka, rasa takut dan gentar mulai bersarang. Pasukan Romawi dibantu suku Berber ketakutan bak melihat serigala padang kelaparan hendak menerkam mereka. Sementara mata bala tentara Uqbah merah menyala-nyala memekik takbir seraya mengangkat pedang dan tombak lalu mengejar mangsa. Inilah puncak semangat jihad kaum muslimin. Kekuatan besar musuh tidak membuat mereka gentar karena meyakini keagungan Tuhan yang lebih besar mendampingi mereka. Akhirnya, perang pun dimenangkan oleh pasukan Uqbah. Mereka berhasil menguasai daerah Tiaret kemudian berlanjut hingga sampai ke kota Tangier (طنجة). ('Idzari, 2013)

Sampai di Tanger, Uqbah dan bala tentara bertemu dengan pemimpin pasukan Romawi bernama Julian. Ketika itu, Julian menguasai daerah Tangier hingga Ceuta (سبتة). Ia adalah pemimpin pasukan Romawi yang sangat dikenal kemuliaan dan kecerdikannya. Julian pun sudah mengetahui kabar penaklukan yang dilakukan oleh Uqbah melawan pasukan Romawi di beberapa kota Afrika. Lantas ia memilih berdamai dengan Uqbah dan Uqbah menerimanya. Kemudian Uqbah mengungkapkan keinginannya pula untuk menaklukkan Andalus. Lalu Julian berkata, “Apakah engkau akan membiarkan kaum Berber yang kafir berada di belakangmu setelah kamu menguasai Andalusia?” (Mu'nis, 1900)

Julian berkata demikian karena ia tahu bahwa masih ada kaum kafir Berber penyembah berhala yang menguasai sebuah daerah di selatan Maroko. Ia berpikir bagaimana Uqbah akan menguasai Andalus kalau di gerbangnya sendiri masih terjadi peperangan. Langsung, ia memberitahukan keberadaan mereka di sebuah daerah bernama Sous. (Mu'nis, 1900)

Sous dulu terbagi menjadi dua, yaitu Sous el-Adna (Daerah yang berada di sepanjang pegunungan Atlas Maroko)dan Sous el-Aqsha (Daerah yang berada di Selatan Maroko dan sepanjang Sahara Barat)Setelah menaklukkan Sous el-Adna, barulah Uqbah menghalau pasukannya ke Sous el-Aqsha dan melalui padang Sahara sampai ke SudanKonon katanya, di Sahara sana ialah pusatnya bangsa Berber dengan jumlah yang tak terhingga banyaknya. Meskipun begitu, Uqbah bersama bala tentara berhasil menyapu bersih musuh-musuhnya. ('Idzari, 2013)

Meski tidak menguasai seluruh daratan Afrika, namun Uqbah ibn Nafi' tetap dijuluki singa Afrika karena ia lah manusia pertama yang berhasil menaklukkan sepenuhnya bagian Afrika Utara bahkan hampir mencapai setengah dari benua Afrika meskipun belum permanen. Ia juga telah berhasil menundukkan kaum Berber dan mengajak mereka masuk Islam. Tidak hanya itu, para penjajah pun gentar mengetahui keberadaan sosok singa buas di Afrika karena keberhasilannya memblokade beberapa wilayah penting di benua tersebut. Setelah itu, Uqbah memutuskan untuk kembali ke kota Qairawan.

Sampai di kota Tubna dalam perjalanan pulang, Uqbah mengizinkan bala tentaranya untuk berpencar berkelompok-kelompok menuju Qairawan karena telah meyakini keimanan kaum Berber. Tersisalah kelompok Uqbah dengan jumlah 300 pasukan saja, lalu ia mengambil arah yang melewati sebuah perkampungan bernama Tahouda (تهودا), kota yang saat ini terletak dekat dengan wilayah Sidi Uqbah, sebelah Tenggara kota Biskra (بسكرة), Al-Jazair. Sampai di sana, ia terkejut melihat pasukan Romawi menutup gerbang kota tersebut. Ketika itu juga Kusailah Ibn Lumzum,  seorang pemuka tertinggi dan sangat disegani oleh bangsa Berber (yang pada awalnya telah menjadi Muslim di tangan Abu Muhajir) menampakkan kekafirannya.


Gambar: Wilayah penaklukan Islam oleh Uqbah ibn Nafi'

Adapun penerus Uqbah bin Nafi’ seperti Zuhair ibn Qais, Hassan ibn Nu’man dan Musa ibn Nushair hanya mengulang kembali penaklukan di wilayah-wilayah tersebut karena akidah penduduknya yang masih goyah dan mudah dipengaruhi oleh musuh-musuh Islam. Sedangkan penaklukan Islam ke wilayah selainnya disempurnakan oleh Dinasti Al-Murabitun, yaitu dengan menyerbu Afrika Barat pada tahun 1052-1076 M (Abad ke-5 H). Penyebaran Islam juga terjadi melalui perdagangan di sekitar Sahara. Ditambah banyaknya imigran Muslim yang didatangkan dari India, Oman dan Yaman pada abad ke-19 Masehi ke beberapa wilayah di Afrika Selatan hingga tersebar luas seperti saat ini.

 

·           Usaha Kontinuitas Ekspansi Zuhair Ibn Qais 

Peperangan yang terjadi di kota Tahouda pada 683 Masehi menyebabkan Uqbah beserta tiga ratus bala tentaranya mati syahid. Jenazah mereka dimakamkan di desa tersebut, kemudian penduduk sekitar menjuluki desa itu dengan nama Sidi Uqbah.

Sementara, kekhalifahan Dinasti Umayyah jatuh ke tangan Abdul Malik ibn Marwan sepeninggal ayahnya, Marwan ibn al-Hakam pada 685 Masehi/66 H. Umat Islam menuntut balas dendam atas kematian panglima mereka kepada sang Khalifah. Mengingat keadaan di tanah Afrika sedang bergejolak, akhirnya Khalifah Abdul Malik ibn Marwan mengutus Zuhair ibn Qais al-Balawi menggantikan Uqbah demi mengamankan wilayah yang telah diperjuangkan olehnya. 

Terpilihnya Zuhair ialah karena beliau sebagai salah seorang sahabat yang ikut berperang dan juga sangat dekat dengan Uqbah. Tidak lama, Kusailah bin Lumzum pun berhasil dibunuh. Terjadilah konflik balas-membalas antara Berber dan umat Muslim. Pemberontakan terjadi dimana-mana. Banyak kaum Berber yang semula mualaf kemudian murtad kembali. Iman mereka sangat lemah, disebutkan karena sejak penaklukan yang dilakukan Uqbah ibn Nafi’, ia tidak jarang mengabaikan akidah penduduk setempat. Di sinilah letak kelemahan Uqbah sehingga menjadi faktor terbunuhnya ia di tangan kaumnya sendiri.

Kemudian, Zuhair ibn Qais mendapat kabar bahwa terdapat banyak tawanan muslim yang akan dibawa oleh bangsa Romawi. Zuhair langsung mengarahkan pasukan menuju Banghazi, Libya untuk menyerbu armada angkatan laut imperium Romawi Timur. Namun gagal. Pertempuran yang berakhir dengan terbunuhnya Zuhair ibn Qais itu menyadarkan umat Muslim bahwa penaklukan Islam di Afrika Utara belum tuntas.

 

·           Reunifikasi dan Penumpasan Kekuatan Gaib Berber Oleh Hassan Bin Nu’man

Mengetahui kabar terbunuhnya Zuhair ibn Qais, lalu sang Khalifah mengangkat Hassan ibn Nu'man sebagai panglima penggantinya. Hassan ibn Nu’man al-Ghassani ialah salah seorang tabiin yang pernah meriwayatkan Hadits dari khalifah Umar ibn Khattab. Ia dikenal pandai dan berpengalaman dalam menyusun strategi peperangan. Setelah dilantik menjadi panglima, ia berangkat bersama 40.000 pasukan mujahid untuk mengembalikan wilayah-wilayah Afrika Utara ke dalam pangkuan Islam. Jumlah pasukan Hassan tercatat sejarah sebagai pasukan terbesar di benua Afrika. Tergabung di dalamnya bekas pasukan Zuhair bin Qais.

Di bawah komando Hassan, pasukan muslimin akhirnya berhasil mengusir orang-orang Bizantium dari Kartago dan daerah pesisir lainnya pada 698 Masehi. Selanjutnya, dengan leluasa ia mulai melancarkan serangan terhadap kaum kafir Berber, yang saat itu dipimpin oleh seorang dukun wanita (Bahasa Arab: كاهنة dibaca Kahinah) dan telah menggunakan kekuatan gaib untuk memengaruhi para pengikutnya. Namun, pahlawan suku Berber itu dapat dikalahkan karena pengkhianatan kaumnya dan terbunuh di dekat sebuah sungai yang diberi nama Bi’rul Kahinah.

Dalam beberapa riwayat seperti Reinhart Dozy, pakar sejarawan Andalus juga seorang orientalis berkebangsaan Belanda, meyakini bahwa seorang dukun wanita Berber tersebut berasal dari keturunan imigran Yahudi Afrika.

Hassan ibn Nu’man sangat mencintai agama Islam. Ia telah menghafalkan Al-Quran dan banyak Hadits, bahkan dikenal keilmuannya dalam bidang Fikih sehingga dijuluki Syeikh Al-Amin (ulama yang sangat dipercaya). Ia bersama Zuhair ibn Qais al-Balawi adalah komandan yang sebagai penakluk andal akhirnya mampu menguatkan kekuasaan Islam dan mengendalikan keamanan di Afrika. Hassan juga berhasil memecah-belah kekuatan pasukan Berber dan memorak-porandakan pasukan romawi. Sayangnya, tatkala kekuasaan kekhalifahan Dinasti Umayah beralih ke Al-Walid ibn Abdul Malik, ia dimakzulkan dari jabatannya sebagai panglima.

Setelah dipecat, Hassan bergegas pulang ke Damaskus dan menyerahkan semua harta benda yang ia dapatkan selama di medan pertempuran baik itu hadiah, harta rampasan perang maupun perhiasan yang sangat banyak kepada Khalifah untuk dikumpulkan ke baitul mal.  

 

·           Ekspansionisme Musa Ibn Nushair

Musa ibn Nushair adalah seorang panglima yang konon pernah memimpin armada laut kaum muslimin saat menaklukkan Cyprus (قبرص) pada 649 Masehi atas perintah Muawiyah bin Abu Sufyan saat menjabat Gubernur Syam. Cyprus adalah sebuah pulau yang terletak di Selatan Turki dan ketika itu masih dikuasai oleh Byzantium. Periwayatan sejarah tentang isu tersebut  masih rancu dan perlu dikaji ulang kebenarannya. Sebab, pada masa Umar ibn Khattab, Muawiyah meminta izin untuk menaklukkan Cyprus melalui perairan. Namun sang Khalifah tidak mengabulkannya mengingat kondisi umat Islam yang tidak memiliki cukup pengalaman dalam berlayar. Lalu, ketika Utsman ibn Affan menjabat sebagai Khalifah, ia pun menyimpan rasa kekhawatiran. Tapi karena Muawiyah terus memaksa, akhirnya Utsman mengizinkan. Sementara, Musa ibn Nushair ketika itu berumur 9 tahun, sebab ia lahir pada 640 Masehi. Maka, menurut hemat pikir penulis, tidak mungkin seorang anak berumur 9 tahun diangkat menjadi komandan laut sedangkan ketika itu kali pertama armada pasukan Muslim akan berlabuh.

Ditambah, dalam kitab “Tarikh al-Umam wa al-Muluk”, Imam Thabari menyebutkan bahwa panglima angkatan laut ketika itu adalah Abdullah ibn Qais al-Haritsi, dan bahkan tidak ada yang menyebutkan Musa ibn Nushair ikut dalam penaklukan pada 28 H. (Al-Thabari, 2009)

Jadi, setelah dilantik oleh Khalifah Al-Walid pada tahun 698 Masehi, mulai lah Musa ibn Nushair memegang komando utama pasukan Islam di Afrika. Ia menyempurnakan penaklukan ke daerah bekas kekuasaan Berber di daerah pegunungan dan berhasil melakukan reunifikasi  Afrika Utara seutuhnya. Kepribadian Musa ibn Nushair tidak hanya sebagai penakluk, tetapi juga seorang pendakwah yang taat beragama. Ia mengajarkan kaum Berber Al-Quran. Dengan begitu, keimanan mereka menjadi lebih kuat, sehingga menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Keberhasilan Musa tersebut menjadikan wilayah Afrika Utara sebagai salah satu provinsi dari kekhalifahan Bani Umayyah.

Ekspansi yang dilakukan oleh para panglima Islam ke daratan Afrika merupakan kurun waktu sejarah yang panjang, yaitu sejak masa pemerintahan Umar ibn Khattab r.a. pada 641 M hingga dapat dikuasai seutuhnya oleh Musa ibn Nushair dibawah otoritas Khalifah Al-Walid ibn Abdul Malik dari Dinasti Umayyah pada 710 M. Dengan begitu, ekspansi Islam di Afrika tercatat memakan waktu selama sekitar 69 atau 70 tahun.

Dari rentetan sejarah tentang masuknya Islam ke Afrika tersebut di atas, dan menjawab pertanyaan beberapa rekan yang telah menggelitik pikiran penulis sehingga munculnya artikel ini, maka dapat disimpulkan bahwa masuknya Islam ke Afrika dengan tujuan ekspansi dilakukan pertama kali pada masa Khalifah Umar ibn Khattab r.a, sementara masuknya Islam ke Maroko pertama kali dibawa oleh sahabat Uqbah ibn Nafi' pada abad ke-7 Masehi. Lalu satu abad setelahnya, Idris ibn Abdullah berimigrasi ke kota Tanger dan sampai ke Zerhoun pada abad ke-8 (789 Masehi), ia lah yang kemudian pertama mendirikan Dinasti Islam di Maroko dikenal dengan Dinasti Idrisiyah atau Ad-Darisah, benih dan jejak awal mengakarnya Islam di bumi Maroko sampai saat ini. Tentang Sultan Idris dan Dinasti Ad-Darisah lihat artikel berikut ini https://azharimulyana.blogspot.com/2020/05/idriss-al-akbar-sultan-pertama-pendiri.html


(Berlanjut ke artikel selanjutnya tentang Ekspansi Islam ke Andalus).



NB: Materi ini disampaikan dalam diskusi forum Indonesian Scholars in Morocco (ISiM) pada 14 Oktober 2017 di Fakultas Tarbiyah, Université Mohamed V Rabat.



REFERENSI

 

·      Alatas, Alwi. 2007. “Sang Penakluk Andalusia: Thariq ibn Ziyad dan Musa ibn Nusayr.” Zikrul: Jakarta.

·      Dar al-‘Ilm. 2011. “Atlas Sejarah Islam: Sejak Masa Permulaan Hingga Kejayaan Islam”. Kaysa Media: Jakarta.

·      Ibn Jarir al-Thabari. “Tarikh al-Umam wal Muluk”. Juz 2. Hal 601.

·      Ibnu ‘Idzari al-Murrakusyi. 2013. “Al-Bayanul Mughrib fi Ikhtishari Akhbari Mulukil Andalusi wa al-Maghrib”. Dar el-Gharb el-Islami: Tunis.

·      Katsir, A. a.-F. (2010, November 14). Al-Bidayah wa an-Nihayah. Diambil kembali dari Al-Maktabah as-Syamilah: http://shamela.ws/index.php/book/4445

·      Katsir, A. a.-F. (2010, November 14). Al-fushul Fi Sirat Ar-Rasul. Diambil kembali dari Al-Maktabah as-Syamilah: http://shamela.ws/index.php/book/9241

·      Lewis, D. L. (2008). The Greatness of Al-Andalus: Ketika Islam Mewarnai Peradaban Barat. Jakarta: Serambi.

·      Mu'nis, H. (1900). Fathu al-'Arab li al-Maghrib. Cairo: Maktabah at-Tsaqafah ad-Diniyah. 

 

« PREV
NEXT »

No comments