BREAKING NEWS
latest

Advertisement

Rasa Lapar Yang Membuatku Kenyang



Hampir tiap Jum'at si Fulan datang gedor-gedor pintu tanpa suara, kebiasaan orang Maroko mengetuk pintu rumah tetangga tanpa salam, usai menyerahkan dulang keramik berisi kuskus daging ia langsung cabut, belum pun sempat aku ucapkan terima kasih dan dua patah doa, kadang ia dan adiknya hanya melempar tawa. Mungkin mengira aku tidak paham bahasa Mereka. Benar, memang aku tidak paham Amazigh Berber, tapi setidaknya aku mencoba hafal satu kata dalam sehari.


"Tanmart...!" ucapku dari jauh sambil melihatnya berlari.


(Tanmart: Terima Kasih)


Rutinitas fastabiqul khairat di desa terpencil ini begitu terasa. Banyak yang ringan tangan dan tanpa pikir panjang sesekali bapak tua menyalami tempel kami dengan 200 dirham Maroko (setara 300 ribu rupiah). Entah dari mana asalnya, yang pasti warga sekampung sudah tahu keberadaanku di sini mengaji dan mengabdikan diri kepada seorang syekh, fakih dan imam masjid kampung Tadart.


Hanya saja hari Jumat ini berbeda, setelah menanti lama kedatangan si Fulan membawa kuskus yang tak kunjung tiba, kami memutuskan masak sendiri dengan bahan dan rempah seadanya. Tapi, tidak lama terdengar ketukan pintu dari luar, aku bergegas membuka sambil membayangkan kerucut kuskus kuning ditumpuk sayuran berkuah dengan daging masih berasap, oh Tuhan... makanan itu sangat ku nanti-nantikan.


Setelah pintu terbuka, aku tidak melihat si Fulan Berber itu, hanya ada dua orang lelaki meminta izin untuk menitipkan ranjang besi yang baru saja dipakai cuci jenazah. Aku teringat salah seorang warga meninggal dan disalatkan bersama usai salat Jumat tadi. Astaga, harapan ku sirna. Sumpah, bulu kudukku masih merinding memperhatikan ranjang besi basah itu dibawa masuk ke kamarku. Seketika, mood ku berubah tidak lagi menginginkan makanan. Yang ku ingat hanya kematian. ðŸ˜‚

« PREV
NEXT »

No comments