"Alhamdulillah", satu kata yg terucap pertanda akhir dari segala pengorbanan. Banyak drama yang muncul sejak awal mempersiapkan kunjungan Rektor Univ. Al Qasimia Dubai, Prof. Awad Alkhalaf. Diawali dengan pertemuan melalui zoom meeting yang dipandu oleh KJRI Dubai, mempertemukan kampus UIII dengan Al Qasimia. Saat itu aku yang masih baru di kampus hanya ikut arus, adapun yang hadir diantaranya Rektor UIII, Senat Akademik UIII, Wakil Rektor bidang Kerjasama UIII, dan lainnya, termasuk diriku staf kerjasama. Sementara di pihak Qasimia hadir Prof. Awad Alkhalaf, Dr. Nuhu Zakaria, Direktur Hubungan Internasional dan bidang Kemahasiswaan. Karena pimpinan sudah lengkap aku pun off camera. Tapi ternyata, pihak Qasimia memilih untuk berbicara berbahasa Arab, diawali oleh Dr Zakaria yang meminta untuk diterjemahkan, akhirnya Rektor meminta aku untuk menjadi penerjemah pertemuan daring itu.
Jantung pun berdebar, keringat mengucur, pena mana pena? Kertas oh kertas. Ini pertemuan bilateral, aku tidak mau sampai blank ataupun gagap. Begitu pena dan kertas siap akupun menyalakan kamera menyapa semua yang hadir.
Meeting pun dimulai, aku menyimak setiap kata yang keluar dari mulut Prof. Awad Alkhalaf kemudian aku sampaikan kepada pihak UIII, begitu pun sebaliknya aku simak setiap kata Inggris yg terciprat dari bibir Prof. Komaruddin Hidayat lalu aku terjemahkan dan sampaikan kepada pihak Qasimia, begitu seterusnya sampai akhir sesi. Tangan dan jariku tak pernah berhenti gerak.
Lucu, mereka saling tolak menolak untuk diundang. Rektor UIII menolak diundang ke Dubai, begitupun sebaliknya sampai akhirnya Qasimia menyerah dan mengalah.
Terjadilah pertemuan pada 14 Desember 2022 lalu di kampus UIII, pertama dalam hidupku menyambut tamu VIP yang turun dari Emirates Airlines kelas bisnis, tiba pukul 22:00 malam Rabu, baru keluar dari bandara pukul 23:00, melalui jalur parkiran VIP langsung kita sambut dan antar ke Pullman Hotel Thamrin, masih kurang percaya diri karena aku hanya membawa innova reborn untuk menjemput mereka yang bertubuh tinggi dan besar. Innova bagiku cukup besar, tapi mereka harus menundukkan kepala. Ya, hanya itu mobil yang disediakan oleh kampus, pengalaman ini akan kubuatkan laporan sehingga disetujui pengadaan Alphard nantinya khusus menjemput tamu undangan Rektor.
Rabu dini hari pukul 00:30 mereka pun berhasil check in dan istirahat di hotel bintang lima itu. Kami bertiga kemudian menuju OYO hotel yang sudah aku booking sore tadi, ternyata OYO ada batas waktu kunjung, tengah malam sudah nihil mendapatkan hotel lain, ah, sial sekali nge-bolang pusat kota jakarta di malam yang larut, akhirnya kami mencurahkan penat dengan makan nasi goreng di emperan, di lokasi yang berantah.
Sambil menyantap nasi goreng, perut berbunyi krucuk-krucuk, angin sepoi-sepoi malam membuat perutku kembung. Dengan bantuan salawat akhirnya aku bisa kembali booking sebuah hotel bintang dua di kawasan Tanjung Duren.
Sampai kamar hotel, aku baru sadar harus menjadi MC acara penandatanganan MoU dengan Qasimia besok pagi. Segera aku buka laptop dan membuat script MC bahasa Arab sampai jam 3 dini hari, dan... terlelap.
Dua jam kemudian alarm hp mengguncang tubuhku. Mata merah, badan kaku, sedang pikiranku hanga mengingat "Qasimia". Segera memaksa tubuh kaku ini bangkit, sholat dan mandi. Jam 7 pagi kami menuju Pullman untuk menjemput Prof. Awad dan Dr. Zakaria menuju Depok, ya menuju kampus UIII.
Kantung mata setengah tebal dan gelap, acara demi acara akhirnya selesai. Semua berjalan sesuai rencana yang telah jauh-jauh hari kami persiapkan. Tiga hari tiga malam kami mendampingi Prof Awad, pada akhirnya mereka sangat berterimakasih kepada UIII yang telah menyambut hangat kedatangan mereka, bagaimanapun kenyamanan mereka hingga kesuksesan akan keberlangsungan acara penandatanganan MoU merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagiku. Terlepas dari perjuangan dibalik itu, banyak yang support, utamanya Senat Akademik di hari-hari akhir meminjamkan mobil dinas pribadinya untuk mengantar Prof Awad ke bandara, karena terbentur dengan peraturan ganjil genap mobil di Jakarta.
Satu kata untuk menutup cerita ini, "Alhamdulillah".